Selasa, 03 Juli 2012

Checks and Balance Antara Eksekutif dan Legislatif di Era Otonomi Daerah


Checks and Balance Antara Eksekutif dan Legislatif di Era Otonomi Daerah
Oleh: Hardinata 
Abstract
In process of Indonesia national legislation, the House of Representatives (DPRD) is one of the main elements of governance in the region. Therefore, as a partner of local government, duties and functions of parliament (based on the mandate of the law) is more emphasis on the duties and functions of control or balance (checks and balances) between the branches of power, leadership and ranks of the bureaucracy. DRRD existence, whose members are directly elected by the people in the general election, is sufficient to reflect the representation of popular sovereignty and the rationalization of the principles of democracy. Revised from the procedural and substantive, the condition is a significant development in the process of democratization in Indonesia.
Keywords: Legislation, checks and balances, decentralization, governance
Pendahuluan
Harapan baru bagi rakyat Republik Indonesia dengan lahirnya reformasi 1998, yang telah merubah tatanan sistem pemerintahan sentralisasi menjadi sistem desentralisasi (otonomi daerah), melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, kemudian direvisi melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, dengan tujuan sama, yaitu pengaturan tata kelola pemerintahan di daerah. Undang-undang otonomi juga mengatur peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang selama ini hanya menjadi ”stempel” pemerintah, berubah menjadi mitra kerja pemerintah daerah dengan tugas pokok dan fungsi yang lebih jelas dan terukur.
Otonomi daerah itu berarti hak, wewenang dan kewajiban suatu pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Fungsi mengatur diberikan kepada aparat legislatif, yaitu DPRD. Itulah sebabnya DPRD pada masing-masing daerah dapat membuat Peraturan Daerah (Perda) masing-masing ketentuan yang berlaku. Sedangkan fungsi mengurus diserahkan kepada eksekutif daerah yaitu kepala daerah dan dinas-dinas otonomnya (Inu Kencana, 2011:64).
Sesunguhnya harapan untuk dapat diciptakan adanya ckeck and balance antara DPRD dan Bupati/Walikota sebelum lahir undang-undang otonomi, dimana kedudukan dan peran pemerintah daerah (bupati dan perangkatnya) terlalu kuat, sementara peran DPRD sangat lemah. Dengan lemahnya peran itu, maka secara logika mencerminkan lemahnya partisipasi masyarakat.
Dalam pandangan Kansil (2003:143), kedudukan kepala daerah dan DPRD sama tinggi, Kepala daerah memimpin bidang eksekutif dan DPRD bergerak di bidang legislatif. Meskipun demikian, harus diakui bahwa pembuatan peraturan daerah tidak dapat dilakukan oleh DPRD sendiri, tetapi bersama-sama dengan kepala daerah dan DPRD. Selanjutnya, tugas kepala daerah ialah memimpin penyelengaraan dan bertanggungjawab penuh atas jalannya pemerintahan daerah.

pdf file

Tidak ada komentar:

Posting Komentar