Selasa, 03 Juli 2012

Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu


Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu
Oleh: Hardinata 
Abstract
In the culture of Elections in Indonesia, one of new challenge for Indonesia is the Regional Election directly initiated by the government through Law No. 32 of 2004 on Local Government which replaced Law No. 22 of 1999. The Law No. 32 of 2004 is considered to be more accommodating to the political interests of the Indonesian nation as a whole as well as accommodate the aspirations of the community in order to guarantee the implementation of democracy in the region. This will be very interesting because this will be a climax of the election results are implemented directly.
Keywords: Elections, the election commission authority, judicial review
Pendahuluan
Sehubungan dengan pemilihan umum dalam hal pilkada langsung, format politik Indonesia pada saat ini adalah neo-patrimonialisme, yang berarti perkembangan suatu negara atau organisasi sosial yang telah menggunakan sarana yang modern, dengan stabilitas sistem yang terjaga. Hal ini terlebih karena kemampuan pemimpin dalam merekatkan kepentingan kelompok disekitarnya. Neo-patrimonialisme mensyaratkan kesamaan pandangan politik dan ideologi dikalangan elite dan kekuatan utama dan adanya depolitisasi massa. Dalam konstruksi pemikiran neo-patrimonialisme, massa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan politik.
Dalam pandangan Miriam Budiarjao, dikebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokarsi itu sendiri. Hasil pemilihan umum yang diselengarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan (agak) akurat partisipasi dan aspirasi masyarakat (2008:461).
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), memang menjadi sebuah pekerjaan yang besar untuk tiap daerah. Karena inilah pesta demokrasi yang pertama secara langsung untuk memilih pimpinan di daerah masing-masing. Namun, ada banyak catatan yang harus dicermati mengenai pelaksanaan pemilukada. Karena kalau diperhatikan proses terbitnya segala aturan pelaksana pemilukada sarat kepentingan politis. Sebagai contohnya di UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah di mana peserta pemilu dicalonkan oleh partai politik yang memiliki jumlah suara (kursi) tertentu di DPRD.
Sementara, tanggungjawab pelaksanaan pemilukada kepada DPRD yang notabene adalah representasi dari suara partai politik yang mencalonkan kontestan dalam pemilukada. Di samping itu, PP tentang pemilukada yang dibahas cukup lama dikhawatirkan sebagai proses “bargain politik” antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Menurut Ramlan Surbakti (1992:137), dalam setiap sistem pemilu yang biasanya diatur dalam peraturan perundang-undangan, setidaknya mengandung tiga variabel pokok, yaitu penyuaraan (balloting), distrik pemilihan (electoral district), dan formula pemilihan.

pdf file

Tidak ada komentar:

Posting Komentar