Jumat, 11 Mei 2012

Kesehatan; Antara Komoditas Politik dan Tujuan Negara

Oleh: Hendra Agus Setyawan

Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN: 1979 – 0899X
Kesehatan; Antara Komoditas Politik dan Tujuan Negara
Oleh: Hendra Agus Setyawan


Abstract

The implementation of 1945 Indonesia Constitution (UUD 1945) amandment in 2002 emphasizes the importance of health as humans right which the final goal for every country is make the citizen happy (bonum publicum, common good, commonwealth). This is compatible with 1945 constitution and Law of Health No 23/1992 that determine everyone has right to get health protection. Because of that, individual, family and society has right to get health protection and state is responsible to manage so the citizen include the poor get the right to live healthy life.
Key words: Health, country, policy, service


Pendahuluan

Dilematisnya hak hidup sehat di Indonesia, ketika masalah kesehatan menjadi komoditas politik bagi elite politik yang tidak bertanggungjawab. Padahal sudah jauh sebelumnya pemerintah pusat mencanangkan kesehatan berkualitas secara gratis yang merupakan sebuah terobosan besar dalam menjawab persoalan pelik yang dihadapi bangsa ini. Terobosan yang revolusioner dalam 63 tahun sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, negara menanggung sepenuhnya layanan kesehatan gratis untuk 76,4 (tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya) juta jiwa bagi masyarakat ekonomi lemah. Belum lagi pemerintah daerah harus menganggarkan dana 5% dari APBD untuk anggaran kesehatan tersebut. Tetapi kadangkala pemerintah daerah mengklaim mereka yang melakukan kesehatan gratis seutuhnya. Padahal dana pemerintah pusat saja belum mampu terserap untuk mengakomodir kepentingan kesehatan bagi masyarakat ekonomi lemah dengan berbagai macam persoalan.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Kenyataan yang terjadi, derajat kesehatan masyarakat miskin masih rendah, hal ini tergambar dari angka kematian bayi kelompok masyarakat miskin tiga setengah sampai dengan empat kali lebih tinggi dari kelompok masyarakat tidak miskin. Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kurangnya kebersihan lingkungan dan perumahan yang saling berhimpitan, perilaku hidup bersih masyarakat yang belum membudaya, pengetahuan terhadap kesehatan dan pendidikan yang umumnya masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun (BPS 2007).
1 Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNBARA
Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN: 1979 – 0899X
38
Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. Peningkatan biaya kesehatan yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, kondisi geografis yang sulit untuk menjangkau sarana kesehatan. Derajat kesehatan yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas kerja yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat dan pemerintah.
Pelayanan Pemerintah Mengenai Kesehatan
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah melaksanakan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes/SK/XI2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin.
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin, setelah berjalan empat tahun program ini pada tahun 2008 berganti nama menjadi JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT yang selanjutnya disebut JAMKESMAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran. Perubahan ini pada dasarnya adalah penyempurnaan. Bagi sistem yang baru berjalan 4 tahun (ASKESKIN), penyempurnaan sangat perlu supaya tepat sasaran. Dari evaluasi Departemen Kesehatan sejak 2005 sampai 2007, ada beberapa kelemahan yang membuat Depkes program ini perlu disempurnakan.
Sasaran program JAMKESMAS adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk asuransi kesehatan PNS (peserta ASKES), asuransi kesehatan tenaga kerja atau asuransi kesehatan dari perusahaan swasta (JAMSOSTEK). Dengan system Jamkesmas dana program anggaran berjumlah Rp 4,6 triliun untuk tahun 2008.
Menurut Menteri Kesehatan (2008:5) Menghindari penyalagunaan atau ketidaktepatan sasaran dengan database dan distribusi kartu keseluruh peserta Jamkesmas. Dari sisi kepesertaan, jumlah rakyat miskin yang berhak memperoleh layanan sesuai data BPS, yaitu 76,4 juta jiwa. Pemerintah kabupaten/kota dilibatkan dengan mengajukan dan menetapkan jumlah orang miskin lengkap dengan nama dan alamat sesuai kuota yang ada pada BPS. Jika jumlah yang diajukan melebihi kuota, maka kelebihannya menjadi tanggung jawab Pemkab/Pemkot. Keterlibatan Pemkab/Pemkot dalam mendata masyarakat miskin untuk mendapatkan Jamkesmas sangat penting agar tepat sasaran.
Berkaitan dengan itu, Propinsi Sumatera Selatan yang saat ini penduduknya berjumlah 7,1 juta jiwa, di mana 4 juta jiwa di antaranya sudah mendapat pembiayaan dari Jamkesmas, ASKES PNS dan asuransi tenaga kerja atau asuransi kesehatan dari perusahaan swasta. Propinsi Sumatera Selatan akan mencanangkan pengobatan gratis sebanyak 3,1 juta jiwa, sumber dana untuk pengobatan gratis tersebut berasal dari APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota. Setelah diluncurkannya Jamkesmas saat ini akan keluar Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Pada implementasinya pendataan Jamkesmas yang dilakukan daerah sudah banyak menuai persoalan pelik diantaranya ketidaktepatan sasaran peserta; (1) Peserta yang tidak masuk krtiteria miskin sudah bisa dibilang mampu akan tetapi dapat kartu Jamkesmas; (2) Penduduk yang beberapa tahun yang lalu miskin sekarang tidak lagi miskin masih terdata
Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN: 1979 – 0899X
39
sebagai penduduk miskin; (3) Penduduk yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu masih mendapat Jamkesmas; (4) Mendapatkan kartu Jamkesmas akan tetapi tidak masuk dalam data base PT. Askes; dan (5) Penduduk yang benar-benar miskin tidak mendapatkan kartu Jamkesmas ini yang lebih ironis.
Kesehatan sebagai Komoditas Politik
Jelas bahwa agenda kesehatan adalah hak sebagai warga negara dan ini merupakan hak asasi serta sudah diamanatkan dalam konstitusi apalagi sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 yang menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan layanan kesehatan oleh karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan kesehatan dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak untuk hidup sehat bagi penduduknya termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu.
Tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam UUD 1945 ialah; “Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan”. Dalam hal ini sudah sangat jelas bahwa negara melindungi rakyatnya baik dibidang kesehatan dan pendidikan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Saat ini diberbagai daerah Indonesia sering sekali para politikus menjual isu mengenai pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis, bahkan yang menjadi pioner (pelopor) untuk melaksanakan program tersebut. Pada hal sudah menjadi tujuan negara dan sudah dianggarkan oleh pemerintah pusat sedangkan daerah hanya untuk mendukung program tersebut.
Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan pada tanggal 7 November 2008 telah melantik gubernur yang baru Ir. H. Alex Noerdin, SH, mencanangkan sebagai pelopor kesehatan gratis dan pendidikan gratis di Sumatera Selatan, dan sebagai gubernur yang cukup berani dalam satu tahun program tersebut tidak terlaksana dengan baik maka Ir. H. Alex Noerdin, SH bersama pasangannya H. Eddy Yusuf, SH, MM akan mengambil keputusan politik (yang didengungkan sejak masa kampanye pemilukada lalu), yaitu mundur dari jabatannya sebagai gubernur. Hal ini merupakan suatu terobosan dan revolusi baru bagi seorang kepala daerah berkomitmen untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakatnya.
Apa korelasi sikap (keputusan) politik tersebut dalam konteks mensejahterakan rakyat yang menaruh harapan besar kepada para pemimpinnya? Menurut Miriam Budiarjo (2008:13), politik adalah usaha untuk mencapai kehidupan lebih baik. Di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi. Beberapa filsuf kenamaan Yunani terutama Plato dan Aristoteles menamakan sebagai en dam onia atau the good life. Dalam dunia politik tentunya tidak ada hal yang tidak mungkin, semua mungkin termasuk menghalalkan segala cara menurut Niccolo Machiavelli.
Maka sudah sepantasnya para elite politik kita saat ini lebih pada hal yang benar-benar bisa dapat merelisasikannya dengan jelas karena dalam pelayanan kesehatan sudah sangat jelas menjadi program pemerintah pusat dan daerah membantu program tersebut agar berjalan dengan sukses. Sehingga Menteri Kesehatan dalam upaya kontrol mengenai Jamkesmas membentuk pos pengaduan bahkan membentuk Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) di tingkat daerah dalam upaya melakukan advokasi terhadap pelaksanaan Jamkesmas serta pembentukan desa siaga. Karena program tersebut masih banyak kendala yang perlu diperbaiki.
Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN: 1979 – 0899X
40
Kesimpulan
Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi negara terutama hak untuk hidup.
Maka kesehatan merupakan tujuan dari negara dalam membentuk kesejahteraan masyarakat. Karena untuk membangun negara yang kuat perlu rakyat yang sehat. Kesehatan sebagai komoditas politik serta yang terjadi saat ini sudah sepantasnya dilaksanakan dengan sebaik mungkin karena sampai saat ini dana pemerintah pusat saja belum mampu terserap untuk mengakomodir kepenting kesehatan ekonomi lemah dengan berbagai macam persoalan terjadi dilapangan. Semoga dana APBD dalam melakukan sasaran Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) untuk membantu Jamkesmas dapat terealisisasi dengan baik.
Daftar Pustaka
Supari, Siti Fadilah, 2008. Saatnya Dunia Berubah. Jakarta: Sulaksana Watinsa Indonesia (SWI)
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Departemen Kesehatan RI, 2008. Petunjuk Teknis Jamkesmas. Jakarta: Depkes RI
Workshop dan Konferensi, 2008. Makalah Dewan Kesehatan Rakyat (DKR). Palembang Sumatera Selatan.
Suratkabar :
Kompas, Edisi Rabu, 12 November 2008
Seputar Indonesia, Edisi Selasa, 11 November 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar