Jumat, 01 Juni 2012

Kinerja Inspektorat Kabupaten Ogan Komering Ulu dalam Mendukung Perwujudan Pemerintahan Yang Bersih (Clean Government)

Volume 3, No. 6, Desember 2010 ISSN: 1979–0899X

Kinerja Inspektorat Kabupaten Ogan Komering Ulu dalam
Mendukung Perwujudan Pemerintahan Yang Bersih (Clean Government)
Oleh: Yunizir Djakfar 
Abstract
The spirit of regional autonomy has given many opportunities for the region to implement its development as set out in Act 32 of 2004. This is challenge to be faced by all parties, especially the government and its range, because the spirit of regional autonomy may open opportunities for diversion of existing provision due to the extent uthority given. Moreover, the rapid demands of the people on good governance and corruption-free government (clean government), has prompted the need for hard work and efforts of government (central and regional) to improve and enhance performance. One of the main key in order to embody it all is to increase the intensity, the quality of supervision on government implementation especially local government.
Keywords: Autonomy, supervision, government, authority
Pendahuluan
Secara etimologis kata pemerintahan berasal dari kata “pemerintah”, kata pemerintah sendiri berasal dari kata “perintah” yang berarti menyuruh melakukan sesuatu pekerjaan (Pamuji, 1985:22) Namun tinjauan asal kata “pemerintah” sebenarnya berasal dari kata dalam bahasa Inggris “Government” yang diterjemahkan sebagai “pemerintah” dan “pemerintah. Samuel Edward Finer mengartikan kata Government sebagai Public Servant yakni “pelayanan”. Sedangkan pada sudut lain Pemerintahan artikan sebagai sebuah system multiproses yang bertujuan memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan jasa publik dan layanan sipil.
Oleh karena itu semangat otonomi yang memberi kesempatan pada daerah atau pemerintahnya untuk dapat memberikan peningkatan kesejahteraan pada masyarakat. Pencapaian terhadap upaya tersebut harus didukung oleh kinerja maksimal dari birokrasi pemerintah daerah beserta perangkatnya, sekaligus dengan paritisipasi semua pihak di dalamnya. Selanjutnya, tentu saja, bahwa perwujudan dari semangat itu harus diikuti pula dengan adanya kontrol dan pengawasan, baik secara internal maupun eksternal.
Ruang Lingkup Pengawasan
Pengawasan adalah upaya-upaya yang dilaksanakan agar kegiatan-kegiatan organisasi atau manajemen dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Pengawasan akan bermakna dan dapat memainkan peranannya dengan baik apabila telah dapat mencapai tujuan pengawasan yaitu:
 Dekan FISIP Universitas Baturaja, Sedang Studi di MIP FISIP UNILA
Volume 3, No. 6, Desember 2010 ISSN: 1979–0899X
Yunizir Djakfar; 28 - 32
29
1. Pihak yang diawasi merasa terbantu sehingga dapat mencapai visi, dan misinya secara lebih efisien dan efektif;
2. Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas;
3. Menimbulkan suasana saling percaya dalam dan di luar lingkungan operasi organisasi;
4. Meningkatkan akuntabilitas organisasi;
5. Meningkatkan kelancaran operasi organisasi;
6. Mendorong terwujudnya good governance. (Rusli, 2006:19).
Sehubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana tercantum di dalam penjelasan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, disebutkan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini berarti kegiatan pengawasan ditujukan untuk menjamin tercapainya kinerja daerah yang diharapkan atau yang telah ditargetkan. Sementara itu, kinerja daerah diukur melalui: peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pelayanan publik, dan peningkatan daya saing daerah.
Memperhatikan luasnya ruang lingkup pengawasan dan menyangkut hal-hal yang fundamental terutama dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka diperlukan instrumen pelaksana yang kompatibel, aparatur pelaksana yang profesional, mampu, tanggap, mempunyai ketaatan serta mempunyai integritas dan reputasi yang teruji dalam menghadapi kompleksitas permasalahan dalam kegiatan pembinaan dan pengawasan.
Untuk tertibnya pengawasan di daerah, maka disusunlah Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pasal 24 Peraturan Pemerintah No.79 Tahun 2005 menyebutkan bahwa, pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh pejabat pengawas pemerintah yang terdiri dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) di Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektoran Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Tugas Pokok dan fungsinya adalah melakukan fungsi kontrol pada internal pemerintah.
Adapun fungsi pokok Inspektorat Kabupaten Ogan Komering Ulu sebagaimana diatur di dalam Peraturan Daerah Kab.OKU No.11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi, Dan Tata Kerja Dinas-Dinas Kabupaten OKU yaitu:
1. Pemeriksaaan terhadap tugas Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu yang meliputi bidang pemerintahan, aparatur dan sosial politik, pembangunan, ekonomi dan kesejahteraan rakyat, penerimaan dan pendapatan daerah, kekayaan dan perlengkapan yang ditugaskan oleh Bupati Ogan Komering Ulu
2. Pengujian atau penilaian atas kebenaran laporan berkala sewaktu-waktu dari Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu
3. Pengusutan dan pengungkapan mengenai kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan, penyimpangan, atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu.
4. Pembinaan tenaga fungsional pengawasan di lingkungan Kabupaten OKU
5. Pelayanan teknis administratif dan fungsional.
Volume 3, No. 6, Desember 2010 ISSN: 1979–0899X
Yunizir Djakfar; 28 - 32
30
Memperhatikan tugas pokok dan fungsi Inspektorat Kabupaten Ogan Komering Ulu, maka banyak tantangan dan persyaratan yang harus dipenuhi, khususnya para aparat yang ada di dalamnya, mengingat:
1. Pengawasan tidak sekedar mengawasi, tapi juga melakukan pembinaan. Apalagi paradigma “pembinaan dan pengawasan” telah berubah dimana komposisi pembinaan lebih besar daripada pengawasan, yaitu pembinaan 70-80% dan pengawasan 20-30% (Nurdin, 2006:46).
2. Kegiatan pengawasan dimulai dari awal manajemen yaitu dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai diperoleh hasil. Kecenderungan selama ini pengawasan hanya dilaksanakan apabila telah diperoleh hasil dari pelaksanaan kegiatan/manajemen (Yansen, 2006:49)
3. Luasnya wilayah pengawasan dan kompleksnya masalah yang dihadapi apalagi jika terbatasnya tenaga pengawas yang benar-benar kompeten (Widjojo, 2006:53).
4. Aparat pengawasan memiliki beban atau tanggung jawab yang besar karena ia pun bisa dikenakan sanksi pidana jika melakukan penyimpangan seperti, menghilangkan temuan dan atau menutup-nutupi kesalahan (Sudarjo, 2006:43).
Semua itu menuntut badan pengawas atau inspektorat untuk mampu dan memperkuat eksistensi dan kredibilitasnya baik secara kelembagaan ataupun perorangan kepada publik, karena di pundak merekalah kepercayaan publik diletakkan. Apalagi akhir-akhir ini banyak fakta yang menunjukkan meningkatnya tindak penyimpangan atau penyelewenangan dari para aparat ataupun lembaga sehingga menuntut Inspektorat untuk bisa meningkatkan kinerjanya. Berikut beberapa data yang menunjukkan hal itu:
1. Posisi Indonesia yang berada pada rangking 140 dari 159 negara terkorup di dunia (Harini dan Koraningsih, 2006:15).
2. Indonesia digambarkan sebagai negara terkorup di Asia dan nomor 5 di dunia (Siregar, 2006:56).
Data tersebut cukup menunjukkan alasan perlunya memperkuat eksistensi Inspektorat dan keharusan untuk mengoptimalkan kinerjanya. Akan tetapi kinerja Inspektorat selama ini belum nenunjukkan kinerja yang optimal, sebagaimana dikutip dari tulisan yang berjudul: “Pengawasan Salah Satu Kunci Suksesnya Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”:
“ … ternyata Inspektorat Jenderal Departemen Dalam negeri hanya mampu melaksanakan pengawasan terhadap dana konsentrasi yang tersebar di seluruh daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sebanyak tidak lebih dari 75% dari total anggaran. Pada tingkat daerah, Badan Pengawas Provinsi, Kabupaten/Kota juga tidak dapat melakukan pengawasan terhadap seluruh instansi tingkat daerah sampai Pemerintahan Desa /Kelurahan, bahkan daerah terpencil atau pulau-pulau yang belum bernama yang jumlahnya 9.364 pulau atau daerah perbatasan antar negara tidak terawasi oleh Aparat pengawas Intern Pemerintah.” (Ma`ruf, 2006:30).
Volume 3, No. 6, Desember 2010 ISSN: 1979–0899X
Yunizir Djakfar; 28 - 32
31
Optimalisasi Kinerja Pengawasan Inspektorat Kabupaten OKU
Berikut tampilan data yang masih menunjukkan belum optimalnya kinerja Inspektorat, dalam hal ini kinerja Inspektorat Kabupaten Ogan Komering Ulu :
Tabel 1
Realisasi Pemeriksaan Khusus Kasus Inspektorat Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2008
Periode Jlh Kasus Jlh kasus yg ditindaklanjuti Selesai Dalam Proses Belum ditindaklanjuti
Jan-Maret
24
10 (42%)
10 (42%)
0
14 (58%)
April-Juni
19
13 (68%)
13 (68%)
0
6 (32%)
Juli-Sept
22
9 (41%)
8 (36%)
1 (5%)
13 (59%)
Okt-Des
10
5 (50%)
3 (30%)
2 (20%)
5 (50%)
Sumber: Data Sekunder dari Inspektorat Kabupaten Ogan Komering Ulu
Belum optimalnya kinerja Inspektorat Kabupaten OKU ditunjukkan oleh data tersebut, bahwa selama tahun 2008, jumlah kasus yang selesai tidak lebih dari 68% dari jumlah kasus yang masuk. Kemudian jumlah kasus yang belum selesaipun tidak lebih dari 59% dari jumlah kasus yang masuk. Artinya realisasinya tidak pernah mencapai target 100%.
Berdasarkan data-data tersebut, maka dapat diidentifikasikan permasalahannya, yaitu belum optimalnya kinerja Inspektorat, khususnya Inspektorat Kabupaten OKU. Muncul dugaan/asumsi, apakah permasalahan belum optimalnya kinerja Inspektorat terletak pada: 1) SDM (jumlah tenaga, kemampuan/kompetensi, sikap, ataupun mental); 2) struktur organisasinya (pembagian kerja, pengambilan keputusan, standardisasi, dan sebagainya); 3) kepemimpinan (mutu kepemimpinan yang terlihat dari cara pengambilan keputusan, memotivasi, atau komunikasi); 4) atau ada faktor lainnya di Inspektorat yang bersangkutan. Pertanyaan tersebut akan terjawab jika kita mengetahui terlebih dahulu secara rinci faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja Inspektorat atau organisasi pada umumnya.
Yuwono dkk (dalam Tangkilisan, 2005:180) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja organisasi meliputi: upaya manajemen dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas SDM, dan kepemimpinan yang efektif.
Sedangkan Soesilo (dalam Tangkilisan, 2005:180) mengemukakan bahwa, kinerja organisasi birokrasi di masa depan dipengaruhi oleh faktor: struktur organisasi, kebijakan pengelolaan, SDM, sistem informasi manajemen, dan sarana/prasarana. Sementara itu, Supitoyo (2006:54) menyatakan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi tugas-tugas pengawasan adalah kelembagaan dan sumber daya manusia.
Merujuk kepada beberapa pendapat dari pakar tersebut, dapat diketahui bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi baik dari dalam (faktor internal), maupun dari luar (faktor eksternal) yang mempengaruhi kinerja organisasi, diantaranya bisa berupa: faktor sumber daya manusia (SDM), struktur organisasi, ataupun faktor kepemimpinan.
Harus diakui bahwa kinerja inspektorat amatlah penting untuk mewujudkan good governance dan clean governance serta manajemen pemerintahan daerah. Berdasarkan beberapa faktor yang berpengaruh tersebut, ada satu faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja Inspektorat Kabupaten OKU.
Volume 3, No. 6, Desember 2010 ISSN: 1979–0899X
Yunizir Djakfar; 28 - 32
32
Inilah yang perlu dicari jawabannya untuk diketahui oleh instansi terkait dan penyelenggara pemerintahan daerah setempat agar mereka dapat terfokus pada satu faktor tersebut sehingga dapat diupayakan perbaikan kinerja Inspektorat khususnya dan kinerja pemerintahan daerah pada umumnya demi suksesnya otonomi daerah.
Penutup
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada Inspektorat Kabupaten OKU, sebaiknya pegawai sering mengikuti pendidikan dan pelatihan agar ketrampilan dan kemampuan pegawai dalam mengetahui dan menguasai pekerjaan dapat meningkat.
Dalam pencapaian visi misi organisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat hendaknya manajemen atau pimpinan mengelompokkan pegawai dalam bidang-bidang tugas atau pekerjaan kedalam unit-unit atau bagian disesuaikan dengan ketrampilan, pengetahuan atau keahlian yang dimiliki oleh seorang pegawai.
Untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam bekerja, sebaiknya pemimpin lebih memperhatikan bawahan dengan memberikan saran atau nasihat secara kontinu untuk meningkatkan pengembangan pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Erliana. 2005. Komunikasi Pemerintahan. Jakarta: Refika Aditama
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: Rineka Cipta
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Daerah Kab.OKU No.11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi, dan Tata Kerja Dinas-Dinas Kab.OKU
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar