Jumat, 01 Juni 2012

Mendambakan Pemimpin yang Berpihak pada Rakyat

Volume 2, No. 4, Desember 2009 ISSN: 1979 – 0899X

Mendambakan Pemimpin yang Berpihak pada Rakyat
Oleh: Yulisnaningsih 
Abstract
Leadership is one of dominant factors in determining the success of organization goal. Leader is someone who has capability in solving problems in internal and external of the organization. Leader fills the emptiness, activate some important functions needed in government’s performance. Therefore, having leader who is able to know what populace hope is craved by all sides.
Key words: Leadership, organization goal, government, effectiveness
Pendahuluan
Kepemimpinan menunjuk kepada sekelompok orang yang secara aktif merumuskan doktrin dan program lembaga serta mengarahkan kegiatan dan hubungan lembaga dengan lingkungannya (Esman, 1997:22; dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2005:122). Ketika organisasi dan lingkungannya mengalami gejolak dan ketidakpastian, peranan seorang pemimpin yang mempunyai visi sudah barang tentu akan mampu mengelola organisasi dan segala sumber daya yang mendukung.
Oleh karena itu, pemimpin yang efektif harus mempunyai agenda dalam mencapai tujuan organisasi, menghadapi tantangan dan kemungkinan yang akan terjadi, dan mewujudkan keinginan dengan visi yang baru serta mengomunikasikannya dan mengajak orang lain bersatu untuk mencapai tujuan baru dengan menggunakan sumber daya dan energi seefisien mungkin (Nanus, 1992:4; dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2005:122).
Ketika berbicara tentang kepemimpinan, maka yang tergambar dalam pemikiran kita adalah adanya seseorang yang memiliki kapabilitas sebagai seorang pemimpin dan sejumlah orang dipimpin. Ungkapan yang sederhana tersebut, tampaknya tidak akan menjadi sebuah perdebatan yang menarik jika hanya dilihat dalam perspektif yang sempit, atau hanya dicermati dari struktur orang yang memimpin dengan yang dipimpin.
Namun, jika dipertanyakan sampai sejauh mana visi dan misi seseorang dalam menjalankan roda kepemimpinannya, maka sudah barang tentu ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi pemimpin. Dan hal ini biasanya mengundang diskursus (perdebatan) dari berbagai kalangan teristimewa bagi mereka yang berkepentingan dengan kepemimpinan tersebut.
Lantas persyaratan apakah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, agar ia mampu menterjemahkan konsep kepemimpinannya, adil dan berpihak pada kepentingan orang banyak. Tulisan yang amat sederhana ini akan mencoba “sedikit” mendiskripsikan pertanyaan tersebut.
Pemimpin dan Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk mengambil langkah-langkah atau tindakan menuju suatu sasaran bersama. Karena itu, kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar mau bekerja untuk mencapai tujuan yang
 Dosen LB Pada Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP UNBARA
Volume 2, No. 4, Desember 2009 ISSN: 1979 – 0899X
69 Yulisnaningsih; 68 - 74
diiginkan. Menurut Thoha (1983:3), mengemukakan bahwa suatu organisasi akan berhasil atau gagal, sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan yang ada. Sementara George R. Terry (1972:458), merumuskan kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Ralph M. Stogdill dalam Sutarto (1998:13), memberikan pengertian kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisasi dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan. Sedangkan Sutarto (1998:25), mendefenisikan kepemimpinan sebagai rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa keberhasilan usaha mencapai tujuan organisasi sangat ditentukan oleh pola kepemimpinan yang ada. Antara kepemimpinan dengan pemimpin memiliki kaitan yang erat. Pemimpin pada dasarnya adalah orang yang melaksanakan kepemimpinan. Namun demikian, ada perbedaan tegas antara kepemimpinan dengan pemimpin. Kalau kepemimpinan merujuk pada proses kegiatan, maka pemimpin merujuk pada pribadi seseorang.
Menurut Kartini Kartono (1982), pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan-kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan disuatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian suatu tujuan.
Jadi, pemimpin adalah orang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari suatu situasi atau zaman, sehingga orang itu mempunyai kekuatan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. Pemimpin juga mendapat pengakuan serta dukungan dari bawahan dan mau menggerakan ke arah tujuan tertentu.
Kalau kita mengkaji arti dan defenisi kepemimpinan dan pemimpin di atas, ada sejumlah konsep yang harus mendapatkan perhatian lebih. Pertama, dalam kepemimpinan ada pemimpin yang dapat mempengaruhi dan ada pengikut (bawahan) yang mematuhi pemimpin. Kedua, pemimpin dapat mempengaruhi dan menimbulkan kepatuhan para bawahannya manakala pemimpin itu memiliki kewibawaan, kemampuan, dan kekuasaan. Ketiga, kewibawaan pemimpin dan kemampuan mempengaruhi merupakan faktor determinan yang membangkitkan ketaatan secara spontan para bawahan/ pengikut terhadap si pemimpin.
Di samping itu, pengertian-pengertian kepemimpinan di atas menunjukan adanya sejumlah variabel yang penting, yaitu: 1) pemimpin sebagai orang yang menjalankan fungsi kepemimpinan; 2) pengikut sebagai sekelompok orang yang berkedudukan mengikuti pemimpin, dan; 3) situasi sebagai kondisi atau keadaan yang melingkupi kepemimpinan tersebut. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut, atau dapat dikembangkan keputusan yang tepat sesuai dengan karakteristik ketiga variabel tersebut. Misalnya seorang pengikut yang berpendidikan rendah memerlukan pemimpin yang yang kreatif dan dinamis serta pandai memberi suri teladan.
Karena itu, kepemimpinan ada jika memenuhi sejumlah persyaratan sebagai berikut: 1) mempunyai kekuasaan, yaitu kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pimpinan guna mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu; 2) memiliki kewibawaan, yaitu kelebihan, keunggulan, dan keutamaan sehingga mampu mempengaruhi atau mengatur orang lain agar bersedia melakukan tindakan tertentu, dan; 3) mempunyai kemampuan, yaitu segala daya kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan/ keterampilan/ pengetahuan yang dianggap melebihi orang lain.
Volume 2, No. 4, Desember 2009 ISSN: 1979 – 0899X
70 Yulisnaningsih; 68 - 74
Adapun kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut James A. Lee dalam bukunya anagement Theories and Prescription, dalam Salam (1002:91), adalah: 1) kapasitas dalam bidang kecerdasan, kewasdaan, kemampuan berbicara, Facility, keahlian dan kemampuan menilai; 2) Prestasi yang meliputi bidang gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dan olahraga; 3) tanggung jawab, yaitu sifat dan karakteristik pribadi yang mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan punya hasrat unggul, dan; 4) Partisipasi dalam arti aktif, punya sosiabilitas yang tinggi, mampu bergaul, kooperatif, mudah menyesuaikan diri, dan punya rasa humor.
Kepemimpinan merupakan konsep relasi. Artinya, kepemimpinan hanya ada dalam relasi dengan orang lain, jika tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Dalam pengertian ini, pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berelasi dengan pengikutnya.
Pemimpin dapat dikatakan sebagai suatu proses. Artinya agar bisa memimpin, seseorang harus melakukan suatu tindakan untuk memperoleh suatu posisi seperti posisi otoritas formal untuk mendorong proses kepemimpinan, karena pada dasarnya kepemimpinan merupakan upaya membujuk atau memotivasi orang lain untuk mengambil tindakan. Membujuk dilakukan melalui cara seperti menggunakan otoritas legitimasi, menjadi panutan/ teladan, penetapan sasaran, memberi imbalan/ hukuman, restrukturisasi dan mengomunikasikan sebuah visi.
Menurut Teori Jalan Tujuan (Path-Goal) yang dikembangkan oleh House dan Mitchel dalam Thoha (1983:290-293), dengan mempergunakan kerangka dasar teori motivasi. Teori ini menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi bawahan, kepuasan, dan pelaksanaan kerja. Teori ini membagi empat tipe kepemimpinan sebagai berikut:
1) Kepemimpinan Direktif (Direcrive Leadership), yaitu bawahan tahu secara jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus apa yang diberikan oleh pemimpin.
2) Kepemimpinan Suportif (Suportive Leadership), yaitu pemimpin selalu bersedia menjelaksan, bertindak sebagai rekanan dan mudah didekati.
3) Kepemimpinan partisipatif (Participative Leadership), yaitu pemimpin meminta dan menggunakan saran-saran bawahan, tetapi tetap berperan dalam pengambilan dan pembuatan keputusan.
4) Kepemimpinan berorientasi prestasi (Achievement oriented Leadership), yaitu pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan, dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut serta melaksanakanya dengan baik.
Salah satu pendekatan kontigensi yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard dalam Sutarto (1998:137-138), mengkombinasikan perilaku tugas dengan perilaku hubungan, sehingga membedakan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut:
1) Telling, yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri: tinggi tugas dan rendah hubungan, pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan dilakukan secara ketat, pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana caar mengerjakannya, kapan harus dilaksanakan, dan dimana harus dilakukannya.
2) Selling, yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri: tinggi tugas dan tinggi hubungan, pemimpin menerangkan keputusan, memberikan pengarahan, dan komunikasi dilakukan secara dua arah.
3) Participating, yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri: tinggi hubungan dan rendah tugas, pemimpin maupun bawahan saling membeikan gagasan dan membuat keputusan bersama.
Volume 2, No. 4, Desember 2009 ISSN: 1979 – 0899X
71 Yulisnaningsih; 68 - 74
4) Delegating, yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri: rendah hubungan dan rendah tugas, pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan.
Ulasan di atas secara tidak langsung telah memunculkan tiga pendekatan, pendekatan sifat, pendekatan contigensy, dan pendekatan perilaku atau gaya, untuk memahami fenomena kepemimpinan dalam suatu organisasi yang didalamnya terdapat sekelompok orang yang berkumpul untuk bekerja sama dalam suatu proses yang sistematis dalam upaya mencapai tujuan yang diinginkan atau ditetapkan.
Dari uraian tentang teori-teori kepemimpinan, muncul pertanyaan: apa sebenarnya fungsi kepemimpinan dalam organisasi? Menurut Ghiselli dan Brown ( seperti dikutip Gary Yukl, 2007:6), fungsi kepemimpinan dalam suatu organisasi atau bidang kerja berbeda-beda antara organisasi yang satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan fungsi pemimpin pada dasarnya tergantung pada beberapa hal, antara lain jenis organisasi, situasi sosial dalam organisasi, karakteristik pemimpin, dan jumlah anggota. Fungsi utama yang diemban oleh pemimpin adalah: menetapkan, mengorganisasi, memotivasi dan berkomunikasi, evaluasi dan mengembangkan bawahan termasuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, seorang pemimpin berfungsi menyediakan sumber daya, dan untuk mengembangkannya dibutuhkan partisipasi dari anggotanya.
Kepemimpinan yang efektif akan mengarahkan usaha semua pekerja untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Karena itu, pemimpin harus dapat mengakumulasi berbagai kepentingan maupun tujuan individu yang berbeda kepada tujuan bersama atau organisasi. Kemampuan dalam berkomunikasi, pengambilan keputusan, evaluasi, dan sebagainya, mengharuskan seorang pemimpin untuk memiliki kualitas pribadi yang lebih unggul dari bawahannya. Selain kualitas diri yang dimilikinya, seorang pemimpin harus dapat memberikan dorongan kepada bawahannya melalui penyampaian informasi yang jelas, mudah dipahami, mulai dari organisasi tingkat atas sampai pada lapisan yang paling bawah.
Dalam menjalankan roda organisasi, tidak bisa tidak, pasti diperlukan seorang pemimpin yang memiliki sejumlah kemampuan tertentu.demikian juga, dalam pelaksanaan manajemen pemerintahan diperlukan seorang pemimpin yang memiliki: 1) kemampuan manajerial, yaitu kemampuan untuk memanfaatkan dan menggerakan sumber daya agar dapat digerakkan dan diarahkan bagi tercapainya tujuan melalui kegiatan orang lain, dan; 2) kemampuan leadership, yaitu kemampuan untuk memimpin, mempengaruhi, dan mengarahkan orang (SDM) agar timbul pengakuan dan kesadaran untuk melakukan kegiatan (mengambil langkah-langkah) bagi tercapainya tujuan.
Pelaksanaan manajemen pemerintahan di samping dipengaruhi oleh kemampuan pemimpin, juga dipengaruhi oleh gaya kepmimpinan. Hal ini dapat kita kaji dari beberapa pemimpin nasional yang telah menjadi presiden, mulai dari Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Megawati dan Pak SBY. Gaya kepemimpinan keenam presiden itu berbeda sehingga memberikan implikasi berbeda pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
Kriteria Pemimpin
Menyadari akan pentingnya posisi seorang pemimpin, maka penulis menganggap bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang handal dan memiliki integritas yang tinggi terhadap umatnya. Persyaratan yang mampu menyentuh kepentingan umatnya. Persyaratan yang dimaksud antara lain; pertama, seorang pemimpin haruslah orang cerdas. Cerdas yang dimaksud tentu saja bukan hanya cerdas dalam menyusun sederet konsep atau sejumlah teori semata. Tapi ia juga harus cerdas dan mampu menterjemahkan denyut nadi
Volume 2, No. 4, Desember 2009 ISSN: 1979 – 0899X
72 Yulisnaningsih; 68 - 74
keinginan umatnya. Kita kadang sering terjebak oleh seorang pemimpin yang hanya pintar ngomong, padahal sesungguhnya ia hanyalah seorang pembual dan penjual janji-janji palsu.
Kedua, seorang pemimpin harus mampu berbut adil. Adil dalam arti mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ia harus mampu menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. Ia harus mampu bertindak tegas dan tanpa pandang bulu serta mampu menjaga keseimbangan tanpa harus memihak kepada siapapun. Hal ini sangat relevan dengan apa yang dikemukakan oleh Umar bin Khattab (Ath-Thabari, juz 3 hal 585) yang mengtakan bahwa “mengenai keadilan, didalamnya tidak ada kata kasihan terhadap kerabat dekat atau jauh, tidak pula dalam kesulitan atau kemakmuran”.
Selama ini harus diakui bahwa ditengah-tengah kita keadilan sudah mengalami degradasi (penurunan) yang sanagt tajam. Betul bahwa lembaga peradilan tumbuh subur dimana-mana, tapi coba kita cermati apakah maraknya lembaga atau institusi peradilan sudah cukup berbnading lurus dengan keadilan?. Kita masih sering menyaksikan betapa kedailan hanya dijadikan sebagai tameng untuk menutupi sejumlah kebusukan para pejabat. Atas nama keadilan hukumseorang pejabat justru bisa lepas dari jeratan hukum itu sendiri. Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan bagi seorang pemimpin untuk mengkaji kembali realitas keadilan yang ada ditengah-tengah masyarakat.
Ketiga, seorang pemimpin haruslah orang yang jujur. Jujur mengandung arti keselarasan antara ucapan dan perbuatan. Ia bukanlah seorang pembual atau pembohong. Persyaratan yang ketiga ini memang sangat mudah untuk diucapkan, tapi amat sulit untuk diimplementasikan. Kita senantiasa tergoda oleh hal-hal yang bersifat duniawi, sehingga kita lupa bahwa apa yang kita lakukan sesungguhnya merupakan perbuatan yang tidak jujur. Jujur dalam kondisi yang serba “materialis” belakangan ini memang sangat sulit untuk untuk dipertahankan, bahkan mungkin seorang yang jujur boleh jadi dianggap makhluk langka yang perlu dilestarikan. Bukankah krisis ekonomi, politik, sosial dan budaya yang kemudian menjelma menjadi krisis bangsa saat ini juga salah satunya diakibatkan oleh runtuhnya kejujuran para pemimpin bangsa. Tentu hal ini harus menjadi sebuah pelajaran yang sangat beharga, bahwa harga sebuah kejujuran memang cukup mahal.
Keempat, seorang pemimpin haruslah seorang yang bertanggung jawab. Seorang pemimpin yang bertanggung jawab senantiasa siap mengambil seluruh resiko tentang apa yang ia perbuat bahkan lebih jauhnya ia mau bertanggung jawab tentang organisasi yang dipimpinnya. Ia tidak akan melarikan diri dari semua persoalan yang dihadapi. Konsistensi dalam mempertanggungjawabkan semua resiko organisasi memang bukanlah persoalan mudah karena terkadang harus dibayar dengan harga yang cukup mahal. Jatuh dari singgasana kekuasaan misalnya atau mungkin harus mendekam dalam penjara. Ini tentu hanya orang-orang pilihan saja yang mampu dan berani mengambil tindakan tersebut. Sebagai sebuah rujukan dalam konsepsi ini Rosululloah pernah bersabda”Tidaklah seseorang memikul tanggung jawab atas suatu urusan umat ini lalu ia tidak berbuat adil di dalamnya, melinkan hal itu akan membenamkannya ke dalam neraka”.
Empat konsep yang sederhana diatas tentu saja bukanlah sebuah konsep yang given. Keempat kriteria tersebut hanyalah sebuah konsep sederhana dari penulis yang dibagun atas keprihatinan terhadap fenomena yang terjadi ditengah masyarakat kita belakangan ini. Oleh karena itu, sebagai bahan pembanding, penulis ingin mengemukakan salah satu konsep kepemimpinan sebagaimana dilansir oleh Peter F. Drucker dalam buku “The Leader Of The Future” (1997:106), merumuskan empat hal yang patut dicermati dan sekaligus merupakan persyaratan bagi seorang pemimpin.
Volume 2, No. 4, Desember 2009 ISSN: 1979 – 0899X
73 Yulisnaningsih; 68 - 74
Pertama, bahwa seorang pemimpin adalah mereka yang mempunyai pengikut. Hal ini mengandung arti bahwa seseorang yang tidak memiliki pengikut tidak akan menjadi pemimpin. Tentu saja, Statement yang pertama ini harus dicermati secara arif. Artinya harus dibedakan antara seorang pimpinan dengan pemimpin.
Seorang pemimpin lahir karena yang bersangkutan memiliki kapabilitas dan integritas sebagai pemimpin, sehingga ia memiliki pengaruh terhadap para pengikutnya (bawahan). Ia dilahirkan tidak memerlukan suatu legitimasi formal. Kekuasaan tertentu. Yang terpenting adalah legitimasi dari para pengikutnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan seorang pimpinan. Seorang pimpinan senantiasa memerlukan suatu legitimasi dari kekuasaan formal. Ia memerlukan surat keputusan tertentu yang dikeluarkan oleh sebuah institusi yang menaunginya. Persoalan ia memiliki pengikut atau tidak, bukanlah suatu masalah. Inilah yang kemudian membedakan antara seorang pemimpin dan pimpinan. Namun, yang perlu dipahami adalah bahwa seorang pimpinan belum tentu menjadi seorang pemimpin, tapi seorang pemimpin bisa jadi ia seorang pimpinan.
Kedua, seorang pemimpin yang efektif bukanlah orang yang dicintai atau dikagumi, tetapi ia adalah orang yang memiliki kemampuan menggugah para pengikutnya untuk melakukan hal-hal yang besar. Pada posisi ini, seorang pemimpin dituntut untuk menghasilkan berbagai karya besar demi kepentingn publik dan bukan untuk mencari popularitas semata. Ia juga harus mampu mengeluarkan ide-ide cerdas yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk perbaharuan (reformasi) disegala sektor. Dalam kondisi seperti ini, seorang pemimpin biasanya dituntut keberaniannya untuk melakukan perubahan terhadap hal-hal yang dianggap jumud dan kaku walaupun terkadang ia harus dihadapkan pada struktur kekuasaan yang berseberangan dengannya dan cenderung konservatif. (status qou).
Ketiga, Bahwa seorang pemimpin adalah mereka yang mampu memberikan tauladan terhadap pengikutnya. Ketauladanan seorang pemimpin bukanlah hal yang sederhana karena mengandung interpretasi yang berbeda-beda. Namun paling tidak, ketauladanan seorang pemimpin bisa dilihat dari segi tingkah laku atau perbuatan yang dianggap baik.
Keempat, Bahwa kepemimpinan bukanlah jabatan, hak istimewa, gelar atau uang. Tapi kepemimpinan adalah tanggung jawab. Bagi penulis sendiri, item keempat ini tampaknya merupakan suatu hal yang “utopis”, di tengah gemerlapnya kesenangan dunia. Bahkan sangat boleh jadi keteguhan mempertahankan syarat keempat ini dianggap “barang” langka dan tidak populer.
Penutup
Cukuplah persyaratan di atas dalam mengilhami lahirnya seorang pemimpin yang berpihak pada rakyat. Tentu saja masih perlu pengkajian lebih lanjut. Namun, sebagai penutup penulis ingin mengatakan bahwa melahirkan seorang pemimpin yang handal dan berintegritas, ternyata jauh lebih sulit ketimbang melahirkan seorang pimpinan sebuah organisasi.
Volume 2, No. 4, Desember 2009 ISSN: 1979 – 0899X
74 Yulisnaningsih; 68 - 74
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Abdurrahman. 1997. Kerangka Pokok Manajemen Umum. Jakarta: Media Sarana Press.
Drucker, F., Peter. 1997. The Leader of The Future. Franklin Watts, New York: Tulano University.
Khaldun, Ibnu. 1986. Muqadimah. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo
Yukl, Gary. 2007. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Cetakan Kelima. Jakarta: Indeks.
Undang-Undang Otonomi Daerah Tahun 2008. Bandung: Fokus Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar